(Edisi Masalah Populer) #1. Beramal Dengan Hadits Dha’if.

Pada Edisi kali ini, penulis tidak sedang memaparkan pemikiran penulis, melainkan menyalin hasil tulisan atau karya dari Ustadz Abdul Somad dalam bukunya 37 Masalah Populer. Penulis akan mengungkapkan hal-hal yang menarik untuk dibahas yang terdiri dari beberapa bagian, sehingga pada gilirannya bisa menjadi bahan diskusi ringan dari para pemuda yang ingin berbincang masalah agama Islam khususnya dalam domain Ikhtilaf. Dengan memohon petunjuk dari Allah penulis memulai bahasan awal dengan mengurai topik mengenai Beramal Dengan Hadits Dha’if.

Imam as-Suyuthi menyebutkan dalam Tadrib ar-Rawy fi Syarh Taqrib an-Nawawi, Boleh meriwayatkan dan mengamalkan hadits Dha’if, dengan syarat:

1. Bukan pada masalah Aqidah; tentang sifat Allah, perkara yang boleh dan mustahil bagi Allah, penjelasan firman Allah Swt.

2. Bukan pada masalah hukum halal dan haram. Sehingga dibolehkan untuk mengamalkan hadits yang mengurai masalah kisah-kisah fadha’il (keutamaan) amal dan nasihat.

3. Tidak terlalu Dha’if; maksudnya perawinya bukan berstatus kadzdzab (pendusta), tertuduh sebagai pendusta atau terlalu banyak kekeliruan dalam periwayatan.

4. Bernaung di bawah hadits Shahih.

5. Tidak diyakini sebagai suatu ketetapan, hanya sebagai bentuk kehati-hatian.[1]

Contoh: Hadits Doa Buka Puasa

عن معاذ بن زهرة: أنه بلغه أن النبيّ صلّى اللّه عليه وسلّمم كان إذاأفطر قال: اللّهم لك صمت وعلى رزقك أفطرت

“Dari Mu’adz bin Zuhrah: Telah sampai kepadanya bahwa ketika berbuka Rasulullah Saw mengucapkan (Ya Allah, untuk-Mu puasaku dan atas rezeki-Mu aku berbuka).”

Komentar Syekh al-Albani

Sanadnya Dha’if Mursal, status Mu’adz ini adalah seorang tabi’i majhul. Disebabkan mursal dijadikan ‘illat oleh al-Hafizh al-Mundziri.[2]

Syekh Ibnu ‘Utsaimin Membolehkan Do’a yang didhaifkan Syekh al-Albani

Sesungguhnya waktu berbuka adalah waktu terkabulnya do’a, karena waktu berbuka itu waktu akhir ibadah, karena biasanya manusia dalam keadaan sangat lemah ketika akan berbuka, setiap kali manusia dalam keadaan jiwa yang lemah, hati yang lembut, maka lebih dekatkepada penyarahan diri kepada Allah Swt. Do’a yang ma’tsur adalah:

اللّهم لك صمت وعلى رزقك أفطرت

“Ya Allah, Untuk-Mu aku berpuasa dan atas Rezeki-Mu aku berbuka”.

Juga sabda Rasulullah Saw,

ذهب الظمأ وابتلت العروق وثبت اللأجر إن شا ءاللّه

“Dahaga telah pergi, urat-urat telah basah dan balasan telah ditetapkan In Sya Allah”.

 

 



[1] Imam as-Suyuthi, Tadrib ar-Rawi fi Syarh Taqrib an-Nawawi, Juz. I (Riyadh: Maktabah ar-Riyadh al-Haditsah), 299.

[2] Syekh Nashiruddin al-Albani, Dha’if Abi Daud, Juz II (Kuwait: Mu’’assasah Gharas li an-Nasyr wa at-Tauzi, 1423H), 264

Comments

Popular posts from this blog

Untuk Teman-Temanku di Pascasarjana (M) Lokal PAI C 23

Mengomentari Statement Prilly Latuconsina mengenai cewek Independen yang semakin banyak dan cowok mapan yang terhitung sedikit

Tokoh Pendidikan dan Pemikirannya #2 Lev Vygotsky |By: Herman Dr