(Edisi Masalah Populer) #2. Isbal (Kaki celana/Jubah/Kain menutup mata kaki).
Hadits Pertama:
Dari Abu Dzar, dari Rasulullah
Saw, beliau bersabda, “Ada tiga yang tidak akan diajak bicara oleh Allah Swt
pada hari kiamat, Allah Swt tidak memandang mereka, tidak mensucikan mereka dan
bagi mereka azab yang menyakitkan”. Rasulullah Saw mengatakannya tiga kali. Abu
Dzar berkata, “Mereka itu sia-sia dan merugi. Siapakah mereka Wahai
Rasulullah?”. Beliau Menjawab “Al-Musbil (orang yang memanjangkan jubah/kain/kaki
celana menutupi mata kaki), orang yang mengungkit-ungkit pemberian dan orang
yang menjual barangnya dengan sumpah dusta”. (HR. Muslim).
Hadits Kedua:
Dari Abu
Hurairah, dari Rasulullah Saw, beliau bersabda, “Kain yang di bawah dua mata
kaki, maka di dalam neraka.” (HR. Bukhari).
Pendapat Ulama Memahami
Hadits-Hadits Ini
1. Pendapat
Imam Syafi’i.
Imam
an-Nawawi berkata, “Makna Isbal adalah memanjangkan kain di bawah kedua mata
kaki, hanya bagi orang yang sombong. Jika pada orang yang tidak sombong, maka
makruh. Demikian disebutkan Imam Syafi’I secara Nash tentang perbedaan
antara orang yang memanjangkan kain karena sombong dan orang yang memanjangkan
kain tetapi tidak sombong”.[1]
2.
Pendapat Imam al-Bukhari
Imam Bukhari memuat satu bab khusus dalam shahih al-Bukhari Kitab: al-Libas (Pakaian). Bab: Orang yang Memanjangkan/Menyeret Kainnya Tanpa Sifat Sombong
Ini
membuktikan bahwa Imam al-Bukhari membedakan antara orang yang memanjangkan
pakaian dengan sifat sombong dan tanpa sifat sombong.
Dalam bab ini Imam al-Bukhari memuat hadits yang mencela orang yang memanjangkan kain dengan sifat sombong, Rasulullah Saw bersabda,
“Siapa yang memanjangkan pakaiannya karena sombong, maka Allah Swt tidak akan memandangnya pada hari kiamat”, Abu Bakar berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya salah satu bagian kainku terjulur (panjang), melainkan bahwa aku tidak berniat sombong”. Rasulullah Saw Berkata, “Engkau tidak termasuk orang yang melakukannya karena sifat sombong”. (HR. al-Bukhari).
Dari Abu Hurairah, sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda, Allah Swt tidak memancang pada hari kiamat kepada orang yang memanjangkan kainnya karena angkuh/sombong”. (HR. Bukhari dan Muslim).
Dari Abdullah bin Umar, ia berkata, “Saya telah mendengar Rasulullah Saw dengan kedua telinga saya ini, beliau bersabda”, “Siapa yang memanjangkan kainnya, tidak menginginkan dengan itu melainkan keangkuhan, maka seshungguhnya Allah Swt tidak akan melihatnya pada hari kiamat.” (HR. Muslim).
3.
Pendapat Imam an-Nawawi
Adapun
makna sabda Rasulullah Saw: “Orang yang memanjangkan kainnya”
Maknanya
adalah: orang yang memanjangkan kainnya, menyeret ujungnya karena sombong,
sebagaimana dijelaskan oleh hadits lain:
لا ينظراللّه إلى من يجر ثوبة خيلاء
“Allah
Swt tidak suka memandang kepada orang yang memanjangkan kainnya karena
sombong”. Makna kata خيلاء adalah
sombong.
Kata ‘memanjangkan’ yang bersifat
umum diikat dengan kata ‘sombong’, untuk mengkhususkan orang yang memanjangkan
kait yang bersifat umum. ini menunjukkan bahwa yang diancam dengan ancaman yang
keras adalah orang yang memanjangkan kainnya karena sombong. Rasulullah Saw
memberikan keringanan kepada Abu Bakar ash-Shiddiq dengan ucapan, “Engkau tidak
termasuk bagian dari mereka”. Karena Abu Bakar memanjangkan pakaiannya bukan
karena sombong.[2]
Imam an-Nawani membuat satu bab
khusus dalam kitab Riyadh ash-Shalihin.
Bab: Sifat panjangnya gamis, ujung
gamis, kain dan ujung sorban. Haram memanjangkan semua itu untuk kesombongan,
makruh jika tidak sombong.[3]
4.
Pendapat al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani.
Dalam
hadits-hadits ini disebutkan bahwa memanjangkan kain bagi orang-orang yang
sombong adalah dosa besar. Adapun memanjangkan kain bagi yang tidak sombong,
zhahir hadits ini mengandung makna haram juga, akan tetapi diikat dengan
hadits-hadits lain yang mengandung makna sombong. Kalimat yang bersifat umum
dalam kecaman tersebut mengandung makna ikatan: bagi orang yang sombong. Oleh
karena itu, tidak haram menyeret dan memanjangkan kain jika selamat dari sifat
sombong.[4]
Penggunaan
kalimat yang bersifat umum ini mengandung makna ikatan, diikat dengan
hadits-hadits yang mengikat dengan sifat sombong, maka orang yang memanjangkan
kain/jubah/kaki celana dengan sifat sombong, itulah yang diancam dengan ancaman
yang keras, disepakati ulama tentang ini.[5]
5.
Pendapat Imam as-Suyuthi
Makna
kata:
المسبل إزاره adalah: orang yang
memanjangkan kainnya, orang yang menyeret ujung kainnya karena sombong.
Hadits ini dikhususkan dengan hadits
lain,
“Allah Swt memberikan keringanan
kepada Abu Bakar karena Abu Bakar memanjangkan kainnya bukan untuk sombong.[6]
6.
Pendapat Imam asy-Syaukani
Zhahir
ikatan dengan kata “Sombong”, ini menunjukkan pemahaman bahwa orang yang
memanjangkan kain tetapi tidak sombong, maka tidak termasuk dalam ancaman
hadits ini.[7]
7.
Pendapat Imam Ash-Shan’ani
Hadits
ini diikat dengan kata “Sombong”, ini menujukkan pemahaman bahwa orang yang
memanjangkan kain tanpa sombong tidak termasuk dalam ancaman hadits ini.[8]
8.
Pendapat Syekh Dr. Yusuf al-Qardhawi
Salah
satu metode memahami hadits dengan baik adalah: menggabungkan beberapa hadits
dalam satu tema.
Hadits
tentang Isbal. Banyak pemuda Islam yang bersemangat sangat mengingkari
orang lain yang tidam memendekkan pakaiannya di atas mata kaki. Bahkan mereka
terlalu berlebihan dalam bersikap sampai pada tingkat menjadikan perbuatan
memendekkak kaki celana sebagai syi’ar Islam atau kewajiban yang besar dalam
Islam. Jika mereka melihat seorang ulama atau da’I tidak memendekkan kaki
celana seperti yang mereka lakukan, mereka menuduhnya (bahkan secara
terang-terangan) tidak paham agama.
Sesungguhnya
hanya mencakupkan diri dengan makna zhair satu hadits saja, tanpa melihat
hadits-hadits lain yang terkait dengan tema tertentu secara keseluruhan, itulah
yang seringkali membuat orang terjerumus dalam kekeliruan, jauh dari kebenaran
dan tujuan yang dimaksud hadits Rasulullah Saw.[9]
Hubungan
Kesombongan dan Memanjangkan Pakaian/Jubah
Memanjangkan
jubah merupakan tradisi kesombongan raja-raja Romawi dan Persia masa Silam.
Untuk menunjukkan keangkuhan dan kesombongan mereka, maka para penguasa itu
memanjangkan jubah yang ujungnya dibawa oleh para pengawal dan dayang-dayang.
Tradisi itu masuk juga ke dalam masyarakat Jaihiliyah. Dalam satu bait Sya’ir
Jahiliyah dikatakan,
“Janganlah
engkau terpukau dengan panjangnya jubah dan sorban yang terurai, sesungguhnya
aku juga orang yang memiliki pakaian yang panjang”.[10]
Tradisi
keangkuhan dan kesombongan itulah yang dibantah Rasulullah Saw.
[1]
Al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani, Fath al-Bari Syarh Shahih al-Bukhari,
Juz. X, (Beirut: Dar al-Ma’rifah, 1379H), 263.
[2]
Imam an-Nawawi, al-Minhaj Syarh Shahih Muslim Ibn al-Hallaj, Juz. II
(Beirut: Dar Ihya’ at-Turats al-‘Araby, 1392 H), 116.
[3]
Imam an-Nawawi, al-Minhaj Syarh Shahih Muslim Ibn al-Hallaj, Juz. I,
425.
[4]
Al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani, Fath al-Bari Syarh Shahih al-Bukhari,
Juz. X, 263.
[5]
Al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani, Fath al-Bari Syarh Shahih al-Bukhari,
Juz. X, 257.
[6]
Imam as-Suyuthi, Syarh as-Suyuthi ‘ala Muslim, Juz. I, 121.
[7]
Imam Muhammad bin Ali bin Muhammad asy-Syaukani, Nail al-Authar min Ahadits
Sayyid al-Akhyar Muntaqa al-Akhbar, Juz. II (idarah ath-Thiba’an
al-Muniriyah), 112.
[8]
Imam Muhammad bin Isma’il al-Amir al-Kahlani ash-Shan’ani, Subul as-Salam
Syarh Bulugh al-Maram, Juz. IV (Maktabah al-Bab al-Halaby, 1379H), 158.
[9]
Syekh Dr. Yusuf al-Qardhawi, Kaifa Nata’mal Ma’as as-Sunnah an-Nabawiyyah, (Cairo:
Dar asy-Syuruq, 1423 H), 128.
[10]
Dr. Jawwad ‘Ali al-Mufashshal fi Tarikh al-‘Arab Qabl al-Islam, Juz. XVIII (Dar
as-Saqi, 1442H), 37.
Comments
Post a Comment