(Edisi Masalah Populer) #4. Shalat di Masjid Ada Kubur

Sebelumnya perlu dibedakan antara:

-          Menjadikan kubur sebagai masjid.

-          Shalat kearah kubur.

-          Shalat di masjid yang ada kubur di sekitarnya.

Ketiga pembahasan ini tidak sama, tidak dapat disatukan, karena akan mengacaukan hukum yang dihasilkan.

HADITS: LARANGAN MENJADIKAN KUBUR SEBAGAI MASJID

“Allah Swt melaknat orang Yahudi dan Nashrani karena telah menjadikan kubur nabi-nabi mereka sebagai tempat ibadah”. (HR. Bukhari dan Muslim).


Apakah makna hadits ini: tidak boleh shalat di masjid yang ada kubur?

Pendapat Imam Abu al-Hasan as-Sindi

Yang dimaksudkan Rasulullah Saw dengan itu, ia memperingatkan umatnya agar tidak melakukan terhadap kuburnya seperti yang dilakukan orang-orang Yahudi dan Nasrani terhadap kubur para Nabi mereka, mereka telah menjadikan kubur nabi-nabi mereka sebagai tempat sujud, apakah dengan bersujud ke kubur karena mengagungkan kubur atau menjadikan kubur sebagai arah dalam ibadah, atau sejenisnya. Ada pendapat yang mengatakan: hanya sekedar membangun masjid di samping kubur orang shalih untuk mengambil berkah tidak dilarang.[1]

Al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani Menukil Pendapat Imam al-Baidhawi

Imam al-Baidhawi berkata, “Ketika orang-orang Yahudi dan Nasrani sujud ke kubur para Nabi karena mengagungkan mereka dan menjadikan kubur-kubur itu sebagai arah kiblat, mereka beribadah menghadap ke kubur-kubur itu dalam ibadah dan sejenisnya. Mereka jadikan kubur-kubur itu sebagai berhala-berhala, maka Rasulullah Saw melaknat mereka dan melarang kaum muslimin untuk melakukan seperti itu. Adapun orang yang membuat masjid di samping makam orang Shalih untuk berkah kedekatan, bukan untuk pengagungan, bukan pula sebagai arah ibadah atau sejenisnya, maka tidak termasuk dalam ancaman tersebut.[2]

Imam al-Mubarakrfuri Menukil Pendapat Imam at-Turbasyti

Imam at-Turbasyti berkata, “ini adalah solusi terhadap dua perkara; pertama, orang-orang Yahudi dan Nasrani sujud ke kubur nabi-nabi mereka karena pengagungan dan niat ibadah. Kedua, mereka mencari kesempatan beribadah di kubur para nabi dan menghadap ke kubur-kubur itu dalam ritual ibadah, menurut mereka perbuatan itu agung di sisi Allah karena mengandung dua perkara: Ibadah dan sikap berlebihan dalam mengagungkan para nabi. Kedua cara ini tidak diridhai Allah Swt. Cara pertama itu syirik Jaly (yang jelas), sedangkan cara yang kedua itu mengandung makna mempersekutukan Allah Swt, meskipun khafy (tersembunyi). Dalil celaan terhadap dua perkara ini adalah sabda Rasulullah Saw, .“Janganlah kalian jadikan kuburku sebagai berhala. Murka Allah Swt amat sangat besar terhadap orang-orang yang menjadikan kubur para Nabi mereka sebagai tempat ibadah.[3]

HADITS: LARANGAN SHALAT KE KUBUR

Dari Abu Martsad al-Ghanawi, ia berkata, “Saya mendengar Rasulullah Saw bersabda, ‘Janganlah kamu shalat ke kubur dan janganlah kamu duduk di atas kubur’. (HR. Muslim).

Pendapat Imam Syafi’i

Imam Syafi’I dan para ulama Mazhab Syafi’I berpendapat makruh hukumnya shalat ke (arah) kubur, apakah mayat itu shalih atau tidak.[4]

Atsar dari Umar: Shalat Menghadap Kubur Tidak Batal

Makna kalimat: Makruh shalat di kubur. Mengandung makna: jika shalat di atas kubur, atau ke (arah) kubur, atau di antara dua kubur. Dalam hal ini ada hadits yang diriwayatkan Imam Muslim dari jalur Riwayat Abu Martsad al-Ghanawi, hadits Marfu’, “Janganlah kamu duduk di atas kubur dan janganlah shalat ke (arah) kubur atau di atas kubur”. Hadits ini bukan menurut syarat Imam al-Bukhari, ia sebutkan di awal bab. Disebutkan bersamanya satu Atsar dari Umar yang menunjukkan bahwa Umar melarang melakukan itu, namun tidak mengandung makna bahwa shalat tersebut batal. Atsar tersebut dari Umar, kami riwayatkan secara bersambung dalam kitab shalat, Riwayat Abu Nu’aim guru Imam al-Bukhari, lafaznya: “Ketika Anas shalat ke arah kubur. Umar memanggilnya dengan mengatakan, ‘(Awas) Kubur, Kubur!’. Anas menyangka Umar mengatakan, “Bulan”. (Karena Kemiripan bunyi kalimat. Kubur: Qabr. Bulan: Qamar). Ketika Anas melihat bahwa yang dimaksud Umar adalah kubur, maka ia pun melewati kubur itu dan melanjutkan shalatnya. Ada beberapa jalur Riwayat lain yang telah saya (Al-Hafizh Ibnu Hajar) jelaskan dalam Ta’liq at-Ta’liq. Diantaranya jalur Riwayat Humaid dari Anas, Riwayat yang sama, dengan tambahan kalimat: “sebagian orang yang berada di sekitarku (Anas) mengatakan bahwa yang dimaksud Umar adalah kubur. Maka aku pun bergeser dari tempat itu”.

Ucapan Umar: “al-Qabr al-Qabr dengan huruf Ra’ berbasis fathah, karena sebagai peringatan.

Kalimat: Umar tidak memerintahkan Anas mengulangi shalatnya. Ia ambil kesimpulan dari perbuatan Anas melanjutkan vshalatnya. Andai shalat Anas batal, pastilah Anas menghentikan shalatnya dan memulai shalat baru.[5]

Dari pembahasan di atas jelaslah bahwa shalat di masjid yang ada kubur di sekitarnya tidak dilarang. Apalagi ada dinding dan jarak antara kubur dan masjid. Yang dilarang adalah menjadikan kubur sebagai masjid, shalat menghadap kubur, karena mengandung unsur syirik mempersekutukan Allah Swt.



[1] Imam Abu al-Hasan as-Sindi, Syah as-Sindi ‘Ala an-Nasa’I, Juz.II (Heleb: Maktab al-Mathbu’al al-Islamiyyah), 41.

[2] Al-Hadizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani, Fath al-Bari Syarh Shalih  al-Bukhari, Juz.I (Beirut: Dar al-Ma’rifah, 1379H), 525.

[3] Imam Muhammad Abdurrahman bin Abdirrahim al-Mubarakfuri, Tuhfat al-Ahwadzi bi Syarh Jami’ at-Tirmidzi, Juz. II (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah), 226.

[4] Imam an-Nawawi, al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, Juz V, 316.

[5] Al-Hafidz Ibnu Hajar al-‘Asqalani, Fath al-Bari Syarh Shahih al-Bukari, Juz.I (Beirut: Dar al-Ma’rifah, 1379H), 525.

Comments

Popular posts from this blog

Untuk Teman-Temanku di Pascasarjana (M) Lokal PAI C 23

Mengomentari Statement Prilly Latuconsina mengenai cewek Independen yang semakin banyak dan cowok mapan yang terhitung sedikit

Tokoh Pendidikan dan Pemikirannya #2 Lev Vygotsky |By: Herman Dr