Tokoh Pendidikan dan Pemikirannya #3 Jean Piaget |By: Herman Dr
Jean Piaget
Jean Piaget (1896-1980) adalah
seorang psikolog perkembangan Swiss yang dikenal karena kontribusinya yang
signifikan terhadap psikologi perkembangan, teori pendidikan, dan perkembangan
kognitif (Okunev, 2023). Karya Piaget terutama terkait
dengan Teori Panggung, meskipun kerangka kerjanya yang lebih luas, yang disebut
“epistemologi genetik,” mencakup pandangan yang lebih komprehensif tentang
program penelitiannya (Burman, 2021). Di usia 15 tahun, Piaget mulai
mempublikasikan ketertarikannya tentang penelitian ilmiah dalam jurnal
internasioanal. Gelar Ph.D diperoleh Piaget saat usianya 21 tahun dalam bidang
biologi. Oleh karena itu teori-teori perkembangan intelektualnya banyak dipengaruhi
oleh keahliannya di bidang biologi (Suyitno,
2009). Salah satunya Piaget berpendapat
bahwa proses untuk memperoleh pengetahuan merupakan proses adaptasi intelektual
terhadap pengalaman-pengalaman yang diperoleh seseorang (Suparno,
1997).
Konstruktivisme Piaget
Inti dari pendekatan konstruktivisme
adalah bahwa individu belajar lebih baik
apabila secara aktif
mengkonstruksi (membangun)
pengetahuan dari pemahamannya (Waruwu,
2004). Pendekatan konstruktivisme
menekankan pada konsteks pembelajaran dan bahwa pengetahuan dikonstruksi dan
dibangun dalam konteks pembelajaran. Ini berarti bahwa pengalaman empiris
merupakan bekal penting dalam konteks pembelajaran konstruktivisme.
Di antara teori atau pandangan yang
sangat terkenal berkaitan dengan
model pembelajaran konstruktivisme adalah
teori perkembangan mental Piaget.
Teori ini biasa juga disebut teori perkembangan intelektual
atau teori perkembangan
kognitif. Teori belajar tersebut
berkenaan dengan kesiapan anak untuk belajar, yang dikemas dalam tahap
perkembangan intelektual dari lahir hingga dewasa. Setiap tahap perkembangan intelektual yang dimaksud dilengkapi
dengan ciri-ciri tertentu
dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan.
Misalnya, pada tahap sensori motor anak berpikir melalui gerakan atau
perbuatan (Ruseffendi,
2008).
Itulah sebabnya, Piaget yang dikenal
sebagai konstruktivis pertama menurut Dahar (2009) yang menegaskan bahwa pengetahuan anak
dibangun dalam pikirannya melalui asimilasi
dan akomodasi. Konsep asimilasi
adalah penyerapan informasi baru dalam pikiran. Sedangkan,
akomodasi adalah menyusun
kembali struktur pikiran karena adanya informasi baru, sehingga informasi
tersebut mempunyai tempat (Ruseffendi,
2008). Pengertian tentang
akomodasi yang lain adalah proses mental yang meliputi pembentukan skema
baru yang cocok dengan ransangan baru atau memodifikasi skema yang sudah ada
sehingga cocok dengan rangsangan itu (Suparno,
1997).
Piaget mempelajari perkembangan
intelegensi atau kecerdasan individu mulai lahir sampai dewasa. Perkembangan
kognitif berpikir sejalan dengan pertumbuhan biologisnya. Artinya, struktur
kognitif individu bukan suatu ketentuan yang sudah ada sebelumnya dan bersifat
statis, melainkan tumbuh dan berkembang bersamaan dengan bertambahnya usia
melalui proses adaptasi dan interaksi dengan lingkungannya. Semakin dewasa
seseorang, makin banyak pengetahuannya, karena telah banyak memperoleh
pengalaman, baik secara langsung maupun tidak langsung, Dengan kata lain,
belajar merupakan pengetahuan sebagai akibat atau hasil adaptasi dan interaksi
dengan lingkungan.
Dalam memahami dunia anak secara
aktif, anak-anak menggunakan skema (kerangka kognitif atau kerangka referensi).
Sebuah skema (schema) adalah konsep atau kerangka yang eksis di dalam pikiran
individu yang dipakai untuk mengorganisasikan dan menginterpretasikan
informasi. Skema bisa merentang mulai dari skema sederhana (seperti skema
sebuah mobil) sampai skema kompleks (sepeti skema tentang apa yang membentuk
alam semesta). Anak usia enam tahun yang mengetahui bahwa lima mainan kecil
dapat disimpan di dalam kitak kecil berukuran sama berarti ia sudah
memanfaatkan skema angka atau jumlah. Minat Piaget terhadap skema difokuskan
pada bagaimana anak mengorganisasikan dan memahami pengalaman mereka (Khadijah, 2016, p.
63).
Piaget menurut Jahja (2013, pp. 119–120) mengemukakan bahwa seorang individu
dalam hidupnya akan selalu berinteraksi dengan lingkungan, dimana dalam
interaksi ini akan memperoleh: Skemata yaitu schema yang berupa kategori
pengetahuan yang membantu dalam mengintrepretasi dan memahami dunia.
Teori Belajar
Teori belajar yang dipopulerkan oleh
Jean Piaget dikenal dengan sebutan teori perkembangan kognitif. Piaget sebagai
salah seorang pakar psikologi kognitif menemukan teori mengenai belajar
berdasarkan pada kesannya atas sikap para peserta didik dalam memahami
dunianya. Mereka memiliki kebutuhan belajar dalam dirinya, yaitu senantiasa
berperan aktif dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Interaksi antara diri
dan lingkungannya secara terus-menerus akan menumbuhkan suatu pengetahuan.
Piaget mempelajari perkembangan
intelegensi atau kecerdasan individu mulai lahir sampai dewasa. Perkembangan
kognitif berpikir sejalan dengan pertumbuhan biologisnya. Artinya, struktur
kognitif individu bukan suatu ketentuan yang sudah ada sebelumnya dan bersifat
statis, melainkan tumbuh dan berkembang bersamaan dengan bertambahnya usia
melalui proses adaptasi dan interaksi dengan lingkungannya. Semakin dewasa
seseorang, makin banyak pengetahuannya, karena telah banyak memperoleh
pengalaman, baik secara langsung maupun tidak langsung, Dengan kata lain,
belajar merupakan pengetahuan sebagai akibat atau hasil adaptasi dan interaksi
dengan lingkungan. Aspek perkembangan intelektual meliputi struktur, isi, dan
fungsi. Aspek struktur, bahwa ada hubungan fungsional antara tindakan fisik,
tindakan mental, dan perkembangan berpikir logis anak. Tindakan menuju
perkembangan operasi dan selanjutnya operasi menuju pada tingkat perkembangan
struktur. Struktur di sebut skemata merupakan organisasi mental tingkat tinggi
satu tingkat lebih tinggi dari operasi. Menurut Piaget, struktur intelektual
terbentuk pada individu saat ia berinteraksi dengan lingkungannya. Diperolehnya
suatu struktur atau skemata berarti telah terjadi suatu perubahan dalam
perkembangan intelektual anak. Aspek isi, artinya pola perilaku anak yang khas
yang tercermin pada respon yang diberikannya terhadap berbagai masalah atau
situasi yang dihadapinya. Isi pikiran anak misalnya perubahan dalam kemampuan
penalaran semenjak kecil hingga besar, konsepsi anak tentang alam sekitar, dsb.
Aspek fungsi, Piaget memandang bahwa
fungsi intelek dari 3 perspektf, yakni; (a) proses fundamental yang terjadi
dalam interaksi dengan lingkungan; (b) cara bagaimana pengetahuan disusun, dan
(c) perbedaan kua'Jtas berfikir pada berbagai tahap perkembangannya. Aspek ini
perlu dikembangkan dengan mengintegrasikan perbedaan sosial dan gender akibat
konstruksi sosial dan masyarakat agar jika ada kesenjangan perkembangan
integrasi dan kecerdasan individual, perlu antisipasi dan menentukan solusi.
Proses fundamental yang terjadi dalam interaksi dengan lingkungan sehingga
mempengaruhi perkembangan pola berfikir seseorang meliputi asimilasi,
akomodasi, dan ekuilibrasi. Pertama, asimilasi ialah pemaduan baru dengan
struktur kognitif yang sudah ada. Misalnya, seorang peserta didik yang
mengamati gambar bersisi tiga sebagai segi tiga, berarti telah mengasimilasikan
gambar itu ke dalam skemanya. Kedua, akomodasi yaitu penyesuaian struktur
kognitif terhadap situasi baru. Contohnya, seorang peserta didik yang menyadari
bahwa cara berpikirnya bertentangan dengan kepastian di lingkungannya, maka
cara berpikir yang bertentangan itu diorganisasi kembali dan meng-hasilkan cara
berpikir baru yang lebih baik. Ketiga, ekuilibrasi atau ekuilibrium yaitu
penyesuaian kembali yang terus dilakukan antara asimilasi dan akomodasi.
Misalnya, pengaturan diri yang terus menerus atau berkesinambungan (Nurjan, 2015).
sehingga memungkinkan individu
tumbuh, berubah, dan berkembang, sementara kemampuannya tetap terjaga. Dengan
ekuilibrasi ini memungkinkan perkembangan kognitif peserta didik berjalan
lancar. Tanpa proses ini perkembangan kognitif tidak akan berjalan lancar.
Peserta didik yang memiliki kemampuan ekuilibrasi baik, akan mampu
mengorganisasi berbagai informasi yang diterima dalam urutan yang teratur dan
logis. Pengetahuan tersusun melalui pengalaman fisik dan pengalaman logis
matematis. Penyusunan pengetahuan melalui pengalaman fisik terjadi ketika
berinteraksi dengan lingkungan. Individu mengabstraksikan ciri-ciri fisik yang
inheren pada objek yang kemudian di sebut pengetahuan eksogen. Misalnya, semua
objek yang berada di luar individu adalah sumber pengetahuan. Penyusunan
pengetahuan itu sendiri melalui pengalaman logis matematis terjadi dalam proses
berfikir individu yang melakukan kegiatan belajar. Kegiatan di sini berupa
refleksi tindakan waktu sekarang dan mengorganisasikannya pada tingkat yang
logis. Misalnya, peserta didik memecahkan tindakannya yang saling bertentangan
mengenai hubungan numerik dan ruang dengan jalan penyusunan variasi angka.
Proses belajar hendaknya disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta
didik yang mungkin ada perbedaan atas dasar jenis kelamin atas perbedaan
sosial, agar ia dapat mengorganisasikan perolehannya secara sistematis dalam
kerangka berpikirnya untuk kepentingan jangka panjang. Proses belajar yang
tidak memperhatikan tahap perkembangan kognitif justru akan membingungkan
peserta didik baik laki-laki maupun perempuan. Menurut Piaget, setiap individu
mengalami tingkat perkembangan intelektual sebagai berikut: (a) Sensori-motor
(0-2 tahun); (b) Pra-opersional (2-7 tahun); (c) Opersional konkret (7-11
tahun); dan (d) Operasi formal (11 tahun - ke atas).
Comments
Post a Comment